Minggu, 30 November 2014

Sejarah Perkembangan Studi Islam



Sejarah Perkembangan Studi Islam
Resume
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu : Dr.Hj. Nur Mahmudah , MA
























Disusun oleh :

Zulfar Rohman              : 312024


 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIST
TAHUN AKADEMIK 2012/2013

Sejarah Perkembangan Studi Islam

Sebelum kedatangan Islam pada abad 7 Masehi, bangsa Arab sudah dikenal oleh bangsa Yunani kuno dan bangsa Israel baik dari segi mitologi, teologi, dan misionaris. Bangsa Arab juga dikenal dengan sebutan Sarasen, yang merupakan keturunan Ibrahim melalui Siti Hajar dan putranya Ismail. Studi Islam baru muncul beberapa abad setelah itu, maka hal itu menyebabakan Studi Islam menjadi fokus kajian-kajian di Barat, tidak hanya dalam peradaban islam itu sendiri.
Ada beberapa fase perkembangan Studi Islam, menurut Richard C. Martin antara lain :
Fase Pertama (800-100), pada masa ini banyak terjadi polemik teologi antar Yahudi, Muslim, dan Kristen, baik dikalangan publik, maupun pejabat resmi negara. Orang Yahudi dan kristen Eropa pada masa ini berupaya mengkonstruk pemahaman mereka sendiri tentang islam dengan berbagai keterbatasan pengetahuan yang mereka miliki tentang islam, sehingga menyebabkan  pandangan mereka salah, dan bahkan menganggap islam sebagai musuh kristen yang harus dikonversi melalui kampanye militer dan missionaris. Fase Perang Salib dan Kesarjanaan Cluny (1100-1500). Pada masa ini Peter Agung membentuk komisi penerjemahan dan penafsiran teks-teks islam berbahasa Arab. Muncul berbagai pemahaman yang sesat tentang Nabi Muhamad, diantaranya mereka mengira bahwa beliau adalah dewanya orang islam, penyuka perempuan, bahkan beliau dianggap orang kristen yang murtad. Fase Reformasi (1500-1650), pada fase ini, seiring dengan adanya berbagai perubahan di Eropa di berbagai aspek, baik keagamaan, politik, dan intelektual, kaum reformis mempunyai pandangan baru, yaitu mereka memandang Sarasen Turki bersama Gereja Roma, sebagai anti-kristus. Kaum protestan membandingkan Roma dengan Islam, melihat islam sebagai bidah, bukan sebagai agama lain. Fase Penemuan dan Pencerahan (1650-1900), secara umum agama mulai dipandang berbeda pada masa ini, khususnya pengakuan atas pemeluk agama lain yang tidak lagi dianggap bidah. Pada masa ini pula para sarjana memandang Nabi Muhammad sebagai sebagai seorang dai agama yang lebih alami dan rasional dari pada kristen.
Salah satu perkembangan Studi Islam adalah munculnya historisisme, suatu gagasan bahwa peristiwa seperti kemunculnya agama baru dapat dijelaskan sebagai suatu peristiwa yang tergantung dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Implikasinya adalah penolakan atas orisinalitas mutlak terhadap fenomena sejarah yang dijelaskan. Disamping itu hanya kaum orientalis, ahli bahasa arab yang yang mengkhususkan kajian teks-teks islam, yang dianggap memiliki ketrampilan ilmiah untuk mengkaji islam. Sejarah islam, sains, seni, dan topik-topik lainya menjadi domain yang eksklusif milik orientalis daripada sejarawan atau spesialis dalam bidang agama, sains, dan seni.

a.       Studi Islam dan Orientalisme
Sebagaimana telah disampaikan diatas kalau agama islam sangat banyak mendapat ktitikan dari berbagai agama lain yang telah datang terlebih dahulu. Lebih-lebih humanisme klasik dengan minatnya terhadap penemuan khazanah capaian-capaian manusia pada masa lampau melalui catatan teks, sejalan dengan bergulirnya semangat Pencerahan. Berbagai manuskrip berbahasa Arab banyak sekali oleh utamanya para sarjana yang dikenal luas dalam bidang studi injili dan filologi klasik. Sebagian sejarawan Studi Islam mencatat bahwa kaum Orientalis Barat dan para sarjan Muslim Ortodoks cenderung memperlihatkan konsevativisme dalam pedekatan mereka terhadap historiografi. diantara kritikan tajam yang dilontarkan terhadap kaum orientalis adalah bahwa kaum orientalis pada faktanya hanya melayani desain kepentingan imperial.
            Orientalis mengemban tugas berat membaca dan menafsirkan teks-teks Islam berbahasa Arab, maka tidak dapat dihindari kejatuhan kaum orientalis karena mundurnya kemampuan-kemampuan studi linguistik tentang teks-teks keagamaan dan kebudayaan lainya yang dilakukan oleh para sarjana barat.

b.      Studi Islam sebagai Disiplin Mandiri
Studi Islam bersifat hegemonik, ia selalu menekankan klasifikasi, kategori, definisi, distingsi, teori-teori kebudayaan lain tanpa ketakutan kritik atau penolakan kecuali barangkali tentang landasan polemik atau ideologis. Studi islam juga bersifat tertutup, mereka membaca dan saling mengkritik satu sama lain tanpa khawatir dinilai oleh para peneliti dalam berbagai disiplin yang lain.

c.       Studi Islam dan Oksidentalisme
Dibanyak kalangan kebencian atas Barat muncul karena klaim universalisme yang mereka cetuskan. Bahkan sampai muncul keyakian bahwa Amerika Serikat menyajikan nilai-nilai universal dan mempunyai merasa mempunyai kewajiban yang diembankan oleh Tuhan padanya untuk menyebarkan demokrasi. Hal itu menyebabkan kaum jihadi memandang Barat sebagai sesuatu yang tidak manusiawi, harus dihancurkan, sepeti penyakit kanker. Inilah yang disebut oleh Margalith dan Buruma sebagai Osidentalisme. Bahkan gagasan tentang Barat sebagai .kekuatan yang berbahaya bukan hanya berasal dari Timur atau Timur Tengah, bahkan juga berakar Eropa sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar