Sejarah
Perkembangan Studi Islam
Resume
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Metodologi
Studi Islam
Dosen Pengampu : Dr.Hj. Nur
Mahmudah , MA

Disusun oleh :
Zulfar Rohman : 312024

SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN
PROGRAM STUDI
TAFSIR HADIST
TAHUN AKADEMIK
2012/2013
Sejarah
Perkembangan Studi Islam
Sebelum kedatangan Islam pada abad 7
Masehi, bangsa Arab sudah dikenal oleh bangsa Yunani kuno dan bangsa Israel
baik dari segi mitologi, teologi, dan misionaris. Bangsa Arab juga dikenal
dengan sebutan Sarasen, yang merupakan keturunan Ibrahim melalui Siti Hajar dan
putranya Ismail. Studi Islam baru muncul beberapa abad setelah itu, maka hal
itu menyebabakan Studi Islam menjadi fokus kajian-kajian di Barat, tidak hanya
dalam peradaban islam itu sendiri.
Ada beberapa fase perkembangan Studi
Islam, menurut Richard C. Martin antara lain :
Fase Pertama (800-100),
pada masa ini banyak terjadi polemik teologi antar Yahudi, Muslim, dan Kristen,
baik dikalangan publik, maupun pejabat resmi negara. Orang Yahudi dan kristen
Eropa pada masa ini berupaya mengkonstruk pemahaman mereka sendiri tentang
islam dengan berbagai keterbatasan pengetahuan yang mereka miliki tentang
islam, sehingga menyebabkan pandangan
mereka salah, dan bahkan menganggap islam sebagai musuh kristen yang harus
dikonversi melalui kampanye militer dan missionaris. Fase Perang Salib dan
Kesarjanaan Cluny (1100-1500). Pada masa ini Peter Agung membentuk komisi
penerjemahan dan penafsiran teks-teks islam berbahasa Arab. Muncul berbagai
pemahaman yang sesat tentang Nabi Muhamad, diantaranya mereka mengira bahwa
beliau adalah dewanya orang islam, penyuka perempuan, bahkan beliau dianggap
orang kristen yang murtad. Fase Reformasi (1500-1650), pada fase ini,
seiring dengan adanya berbagai perubahan di Eropa di berbagai aspek, baik
keagamaan, politik, dan intelektual, kaum reformis mempunyai pandangan baru,
yaitu mereka memandang Sarasen Turki bersama Gereja Roma, sebagai anti-kristus.
Kaum protestan membandingkan Roma dengan Islam, melihat islam sebagai bidah,
bukan sebagai agama lain. Fase Penemuan dan Pencerahan (1650-1900),
secara umum agama mulai dipandang berbeda pada masa ini, khususnya pengakuan
atas pemeluk agama lain yang tidak lagi dianggap bidah. Pada masa ini pula para
sarjana memandang Nabi Muhammad sebagai sebagai seorang dai agama yang lebih
alami dan rasional dari pada kristen.
Salah satu
perkembangan Studi Islam adalah munculnya historisisme, suatu gagasan bahwa
peristiwa seperti kemunculnya agama baru dapat dijelaskan sebagai suatu
peristiwa yang tergantung dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Implikasinya
adalah penolakan atas orisinalitas mutlak terhadap fenomena sejarah yang
dijelaskan. Disamping itu hanya kaum orientalis, ahli bahasa arab yang yang
mengkhususkan kajian teks-teks islam, yang dianggap memiliki ketrampilan ilmiah
untuk mengkaji islam. Sejarah islam, sains, seni, dan topik-topik lainya
menjadi domain yang eksklusif milik orientalis daripada sejarawan atau
spesialis dalam bidang agama, sains, dan seni.
a. Studi Islam dan
Orientalisme
Sebagaimana
telah disampaikan diatas kalau agama islam sangat banyak mendapat ktitikan dari
berbagai agama lain yang telah datang terlebih dahulu. Lebih-lebih humanisme
klasik dengan minatnya terhadap penemuan khazanah capaian-capaian manusia pada
masa lampau melalui catatan teks, sejalan dengan bergulirnya semangat
Pencerahan. Berbagai manuskrip berbahasa Arab banyak sekali oleh utamanya para
sarjana yang dikenal luas dalam bidang studi injili dan filologi klasik.
Sebagian sejarawan Studi Islam mencatat bahwa kaum Orientalis Barat dan para
sarjan Muslim Ortodoks cenderung memperlihatkan konsevativisme dalam pedekatan
mereka terhadap historiografi. diantara kritikan tajam yang dilontarkan
terhadap kaum orientalis adalah bahwa kaum orientalis pada faktanya hanya
melayani desain kepentingan imperial.
Orientalis mengemban tugas berat
membaca dan menafsirkan teks-teks Islam berbahasa Arab, maka tidak dapat
dihindari kejatuhan kaum orientalis karena mundurnya kemampuan-kemampuan studi
linguistik tentang teks-teks keagamaan dan kebudayaan lainya yang dilakukan
oleh para sarjana barat.
b. Studi Islam sebagai
Disiplin Mandiri
Studi Islam
bersifat hegemonik, ia selalu menekankan klasifikasi, kategori, definisi,
distingsi, teori-teori kebudayaan lain tanpa ketakutan kritik atau penolakan
kecuali barangkali tentang landasan polemik atau ideologis. Studi islam juga
bersifat tertutup, mereka membaca dan saling mengkritik satu sama lain tanpa
khawatir dinilai oleh para peneliti dalam berbagai disiplin yang lain.
c. Studi Islam dan
Oksidentalisme
Dibanyak
kalangan kebencian atas Barat muncul karena klaim universalisme yang mereka
cetuskan. Bahkan sampai muncul keyakian bahwa Amerika Serikat menyajikan
nilai-nilai universal dan mempunyai merasa mempunyai kewajiban yang diembankan
oleh Tuhan padanya untuk menyebarkan demokrasi. Hal itu menyebabkan kaum jihadi
memandang Barat sebagai sesuatu yang tidak manusiawi, harus dihancurkan, sepeti
penyakit kanker. Inilah yang disebut oleh Margalith dan Buruma sebagai
Osidentalisme. Bahkan gagasan tentang Barat sebagai .kekuatan yang berbahaya
bukan hanya berasal dari Timur atau Timur Tengah, bahkan juga berakar Eropa
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar