Baiat Pemimpin yang Dipilih Pertama
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hadis Aqidah
Dosen Pengampu : Ibu Anisa Listiana, M.Ag
Disusun Oleh :
Zulfar Rohman : 312024
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN / TAFSIF HADITS
2013
I.
PENDAHULUAN
Bai’at
merupakan perkara yang disyariatkan berdasarkan nash-nash yang terdapat di
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Sebab bai’at merupakan salah satu cara dalam
menampakkan bentuk ketaatan seseorang terhadap pemimpinnya. Pemahaman yang tidak utuh terhadap bai’at dapat
menimbulkan fitnah di antara umat Islam. Kita melihat, ada dua kelompok umat
ini yang telah bersikap zalim terhadap bai’at. Pertama, ada di antara mereka
yang menyalahgunakan bai’at, menjadikan bai’at sebagai upaya mensucikan diri
sendiri dan mengkafirkan orang lain yang belum berbai’at dengan pemimpinnya.
Kedua, ada pula di antara umat Islam yang sama sekali anti bai’at, bahkan
sangat alergi dan ketakutan dengan istilah ini. Keduanya sama-sama keliru,
tidak seimbang dan keluar dari manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Disamping itu, akhir-akhir ini juga muncul masalah bai’ah
yang dilakukan oleh sekelompok orang yang di dalamnya sudah ada bai’ah, atau
bisa disebut bai’ah kedua. Masalah itu sebenarnya sudah disinggung oleh nabi
Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam sebuah hadis shohih yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Untuk keterangan lebih lengkap, akan dibahas
dalam makalah ini.
II. RUMUSAN MASALAH
Pada
makalah ini penulis memaparkan tiga rumusan masalah yaitu :
1. Apa pengertian
bai’at itu ?
2. Bagaimanakah hukum bai’at ?
3. Bagaimana hukum dari
bai’ah kedua, manakah yang wajibditaati, , bai’ah pertama atau kedua ?
III.
PEMBAHASAN
A. Hadis Tentang Bai’at Pertama
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ فُرَاتٍ الْقَزَّازِ
قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ قَالَ قَاعَدْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ خَمْسَ سِنِينَ
فَسَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ
تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ
لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا
تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ
فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
“Telah
bercerita kepadaku Muhammad bin Basysyar telah bercerita kepada kami Muhammad
bin Ja'far telah bercerita kepada kami Syu'bah dari Furat Al Qazaz berkata, aku
mendengar Abu Hazim berkata; "Aku hidup mendampingi Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu selama lima tahun dan aku mendengar dia bercerita dari Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam yang bersabda: "Dahulu Bani Israil selalu diurus oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi
meninggal, Nabi lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada lagi Nabi setelahku,
namun akan ada para khalifah yang banyak jumlahnya. Mereka ( para sahabat ) berkata: “Apa yang
Engkau perintahkan kepada kami?” Beliau bersabda: “Penuhilah baiat pertama, berikanlah hak mereka, karena sesungguhnya Allah
akan menanyai mereka terhadap apa yang telah Dia amanahkan kepada mereka untuk
diurusi" .(Shahih Bukhori no. 3455).
B. Pengertian Bai’at
1. Menurut Bahasa
Kata “ Bai’at “ berasal dari bahasa Arab البيعُ ضدّ الشراء والبَيْع الشراء أَيضاً (
al-bai’,menjual lawan dari membeli).[1]
Namun dalam Munjid disebutkan التولية و عقده bahwa “Bai’at“ berarti menjadikan wali (
pemimpin ) dan ikatan terhadapnya.[2]
2. Menurut Syariat
Imam Ibnu Khaldun berkata: “Ketahuilah bahwasanya
bai’at adalah berjanji dalam ketaatan, seakan seorang yang berbai’at tidak akan
menentang sedikitpun serta akan selalu mentaatinya dalam semua perkara yang
dibebankan baik dalam keadaan giat maupun malas. Dan mereka ketika ber-bai’at
kepada seorang pemimpin serta mengokohkan ikatan janjinya meletakkan tangan
mereka dalam tangannya sebagai penguat atas janji mereka, yang demikian itu
sama dengan perilaku penjual dan pembeli, maka disebutkan bai’at yang merupakan
bentuk masdar dari baa’a, sehingga proses bai’at akhirnya selalu
dilakukan dengan berjabat tangan. Inilah landasan bai’at dalam dalam
konteks bahasa dan syari’at sebagaimana yang dimaksudkan dalam hadits bai’at.
Lafadz ini juga tampak dalam beberapa riwayat di antaranya bai’atul Khulafa
(pembaiatan para pengganti Rasulullah) dan Aimaanul Bai’ah (sumpah setia
bai’at) seakan-akan para pengganti Rasulullah bersumpah setia dalam janji dan
mereka memahami bahwasanya sumpah setia seluruhnya hanyalah untuk baiat itu,
pemahaman inilah yang akhirnya dikenal dengan sebutan Aimaanul Bai’ah.[3]
C. Hukum Bai’at
Tidak ragu lagi bai’at memiliki masyru’iyah
(pensyariatan) yang kuat di dalam Islam. Bai’at merupakan salah satu
proses penting dari pengangkatan seorang pemimpin di dalam Islam, baik
kepemimpinan kubra (Khalifah) atau sughra (selain khalifah). Hal
ini di tunjukkan oleh berbagai dalil sebagai berikut. Allah Subhanahu
wata'ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ
إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ
فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهِ
اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya : “Bahwasanya
orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang
melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya
sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan
memberinya pahala yang besar”. (QS. Al Fath : 10)
Rasulullah Shallalalhu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda :
وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Artinya : “Barangsiapa
yang mati dan dilehernya tidak ada bai’at maka dia mati dalam keadaan
jahiliyah.”[4]
Hadits ini menunjukkan kewajiban berbai’at jika telah
ada imamatul ‘uzhma yakni khalifah bagi seluruh umat Islam, bukan
amir sebuah jamaah yang umat Islam secara umum tidak mengenalnya.
D. Hukum Bai’at Kedua
Dalam hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari diatas, dijelaskan bahwa setelah nabi yang terakhir yaitu Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam wafat, akan ada banyak khalifah/pemimpin. Kemudian
para sahabat pun bertanya kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam,
bagaimana menyikapi hal itu (pemimpin yang banyak), nabi pun menjawab
pertanyaan para sahabat tersebut dengan sebuah perintah untuk memenuhi baiat
yang pertama saja.
Dalam kitab syarah shohih bukhari karya Ibnu Hajar
al-Asqolani dijelaskan bahwa apabila telah ada bai’at kepada seorang khalifah,
kemudian ada bai’at lagi, maka bai’at yang pertama sah, sedang yang kedua
batal. Bahkan menurut Imam Nawawi, bai’at yang kedua itu tidak sah, meskipun
yang membai’at adalah orang-orang alim sekalipun[5]
Sebagai perbandingan, saya menghadirkan hadis tentang
bai’at pertama yang diriwayatkan oleh Abu Abdullah Muhammad dalam kitabnya
Sunan Ibnu Majah berikut :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ
أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ حَسَنِ بْنِ
فُرَاتٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ تَسُوسُهُمْ
أَنْبِيَاؤُهُمْ كُلَّمَا ذَهَبَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَأَنَّهُ لَيْسَ
كَائِنٌ بَعْدِي نَبِيٌّ فِيكُمْ قَالُوا فَمَا يَكُونُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
تَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُوا قَالُوا فَكَيْفَ نَصْنَعُ قَالَ أَوْفُوا
بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَدُّوا الَّذِي عَلَيْكُمْ فَسَيَسْأَلُهُمْ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ الَّذِي عَلَيْهِمْ
“Telah menceritakan kepada kami abu
bakar bin abu syaibah, telah menceritakan kepada kami abdullah bin idris dari
hasan bin furat dari ayahnya dari abu hazim dari abu hurairah, ia berkata
rasullullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : sesungguhnya orang-orang
bani israil telah dipimpin oleh nabi-nabi mereka. Setiap seorang nabi meninggal
dunia, maka pasti ada seorang nabi yang menggantikanyadan sesungguhnya tidak
ada nabi lagi setelah diriku. Mereka bertanya : “ apa yang akan terjadi wahai
rasullallah ?, rasul menjawab :’akan ada banyak pemimipin’. Mereka bertanya
lagi : ‘maka apa yang harus kami perbuat’, rasullullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda : ‘laksanakan bai’at yang ada, satu persatu, laksanakan sesuatu
yang menjadi kewajiban kalian. Dan Allah akan mempertanyakan sesuatu yang
menjadi kewajiban mereka”.
Perbedaan kedua hadis tentang bai’at pertama yang saya hadirkan
diatas tidak terlalu banyak, keduanya hampir sama persis. Bedanya hanya
terletak pada perawi yang meriwayatkan hadis tersebut. Sedang secara matan,
keduanya bermakna sama, hanya ada sedikit perbedaan redaksi.
IV.
PENUTUP
Demikianlah pembahasan
tentang bai’at pemimpin yang dipilih pertama yang dapat saya paparkan. Semoga
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi kawan-kawan sekalian. Mohon maaf
jika makalah ini jauh dari kata sempurna. Saran dan kritik yang membangun demi
melengkapi makalah ini sangat kami harapkan.
V.
DAFTAR
PUSTAKA
Ibnu Manzhur, Lisan
al-Arab, juz. 8,
al-Maktabah asy-Syamilah.
Louis Ma’luf al-Yassu’i, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’la,
Imam Ibnu Khaldun, Muqaddimah,
Maktabah Syamilah
Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz. 9, al-Maktabah asy-Syamilah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar