MEMAHAMI HUKUM
DENGAN
MAFHUM MUKHOLAFAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ushul
Fiqh
Dosen Pengampu :
Hj. Istianah, MA

Disusun oleh :
Kelompok IX
Tachfiful Makmun : 309033
M. Zulfarrohman : 312024
Alif Fahrurriza : 312044

SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN
PROGRAM STUDI
TAFSIR HADIST
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
MEMAHAMI HUKUM
DENGAN
MAFHUM MUKHOLAFAH
A. Pendahuluan
Objek
ushul fiqih adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan metodologi yang
dipergunakan oleh ahli fiqih dalam menggali hukum syara’ sehingga ia tidak
keluar dari jalur yang benar. Ilmu ushul fiqih selalu mengembalikan dalil-dalil
hukum syara’ kepada Allah swt. karena pada dasarnya yang berhak menetapkan
hukum-hukum syara’ hanyalah Allah swt. sedangkan dalil-dalil yang ada hanyalah
berfungsi sebagai sarana untuk mengetahui hukum-hukum
Allah Al-Qur’an-lah yang menyatakan hukum-hukum Allah terhadap manusia,
sementara hadist berfungsi sebagai penjelasan Al-Qur’an. Karena Rasulullah saw.
tidak mengucapkan sesuatu menurut kemauan hawa nafsunya.
Penunjukan
lafadz kepada makna adakalanya berdasarkan pada bunyi perkataan yang diucapkan
itu, baik secara tegas maupun berdasarkan kemungkinan makna lain. Adakalanya
juga berdasarkan dengan mafhum (arti tersirat atau apa yang dipahami) dari kata
itu. Baik hukumnya sesuai dengan bunyi ayat ataupun bertentangan.[1]
B. Rumusan Masalah
1. Definisi Mafhum Mukholafah dan
Pembagiannya
2.
Syarat dan
Kehujjahan Mafhum Mukholafah
C. Pembahasan
I.
Definisi
Mafhum Mukholafah dan Pembagiannya
Secara etimologi pengertian al-mafhum adalah :
sebuah ibarat dari kumpulan beberapa sifat yang menjelaskan terhadap makna
secara keseluruhan. al-mafhum itu sendiri berasal dari kata "fahima
as-Syaia fahman dari bab fa’ila" mempunyai arti : sebuah
gambaran yang sangat bagus Sedangkan secara terminilogi makna al-mafhum
adalah : lafadz yang menunjukkan terhadap sesuatu diluar pembicaraan (fi ghairi
mahalli an-nutqi), dan menjadi sebuah hukum terhadap yang
telah ditetapkan.
Sedangkan Mafhum Mukholafah
mempunyai arti “Pengertian yang difahami berbeda dari pada ucapan, baik
dalam menetapkan ataupun meniadakan” oleh sebab itu hal yang difahami
selalu kebalikannya dari bunyi lafadz yang diucapkan. Seperti contoh
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ÏqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqt ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) Ìø.Ï «!$# (#râsur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºs ×öyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ
9. Hai
orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah
kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.[2]
yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
dapat dipahami dari ayat ini bahwa
boleh melakukan transaksi jual beli pada hari Jumat sebelum Mu’adzin adzan dan
sesudah sholat jumat.
Mafhum Mukholafah ini terbagi
menjadi 5 macam:
1. Mafhum
dengan sifat. seperti
firman Allah
ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r&
(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak
kandungmu (menantu);
Mafhum
Mukolafahnya bahwa selain anak kandung boleh dinikah seperti anak seorang anak
(ibnu al ibn) karena sesusuan.
2. Mafhum
dengan Ghoyah (Maxim) seperti firman Allah
bÎ*sù $ygs)¯=sÛ xsù @ÏtrB ¼ã&s! .`ÏB ß÷èt/ 4Ó®Lym yxÅ3Ys? %¹`÷ry ¼çnuöxî 3 bÎ*sù $ygs)¯=sÛ xsù yy$uZã_ !$yJÍkön=tæ br& !$yèy_#utIt bÎ) !$¨Zsß br& $yJÉ)ã yrßãn «!$# 3 y7ù=Ï?ur ßrßãn «!$# $pkß]Íhu;ã 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôèt ÇËÌÉÈ
230. kemudian
jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak
lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami
yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami
pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada
kaum yang (mau) mengetahui.
Mafhum
Mukholafahnya seorang istri boleh menikah dengan laki-laki lain jika ia ditalak
tiga oleh suaminya
3. Mafhum
dengan Syarat seperti firman Allah
£`èdqãZÅ3ór& ô`ÏB ß]øym OçGYs3y `ÏiB öNä.Ï÷`ãr wur £`èdr!$Òè? (#qà)ÍhÒçGÏ9 £`Íkön=tã 4 bÎ)ur £`ä. ÏM»s9'ré& 9@÷Hxq (#qà)ÏÿRr'sù £`Íkön=tã 4Ó®Lym z`÷èÒt £`ßgn=÷Hxq 4 ÷bÎ*sù z`÷è|Êör& ö/ä3s9 £`èdqè?$t«sù £`èduqã_é& ( (#rãÏJs?ù&ur /ä3uZ÷t/ 7$rã÷èoÿÏ3 ( bÎ)ur ÷Län÷| $yès? ßìÅÊ÷äI|¡sù ÿ¼ã&s! 3t÷zé& ÇÏÈ
6. tempatkanlah
mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika
mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada
mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
Mafhum
Mukholafahnya suami tidak memberi nafkah pada istrinya yang ditalak ketika sang
istri tidak hamil
4. Mafhum
dengan Bilangan (‘adad) seprti firman Allah
tûïÏ%©!$#ur tbqãBöt ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù't Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ wur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ
4. dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik[3]
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu
terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang
fasik
Mafhum
Mukholafahnya mereka tidak boleh didera kurang atau lebih dari delapan puluh
5. Mafhum
dengan Hasr (batasan) seperti Firman Allah
x$Î) ßç7÷ètR y$Î)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ
Mafhum
Mukholafahnya selain Allah tidak disembah dan tidak dimintai pertolongan[6]
II.
Syarat
dan Kehujjahan Mafhum Mukholafah
Mafhum
Mukholafah menurut A. Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqhi memerlukan 4 syarat agar ia bisa dijadikan hujjah
1.
Mafhum
Mukholafah tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat baik berupa dalil
manthuq atau Mafhum Muwafaqoh
Contoh
yang berlawanan dengan dalil Manthuq
wur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$Î)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%2 $\«ôÜÅz #ZÎ6x. ÇÌÊÈ
31. dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
Mafhum
Mukholafahnya jika tidak takut kemiskinan maka boleh membunuh anak-anak, tetapi
Mafhum Mukholafah ini bertentangan demgan dalil Manthuq yang berbunyi
wur (#qè=çFø)s? }§øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 3 `tBur @ÏFè% $YBqè=ôàtB ôs)sù $uZù=yèy_ ¾ÏmÍhÏ9uqÏ9 $YZ»sÜù=ß xsù Ìó¡ç Îpû È@÷Fs)ø9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. #YqÝÁZtB ÇÌÌÈ
33. dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar[7].
dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi
kekuasaan[8]
kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Contoh
yang berlawanan dengan dalil Mafhum Muwafaqoh
* 4Ó|Ós%ur y7/u wr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$Î) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7t x8yYÏã uy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdxÏ. xsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& wur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJÌ2 ÇËÌÈ
23.
dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka Perkataan yang mulia.
Dalam
ayat diatas yang disebutkan hanya kata-kata kasar, Mafhum Mukholafahnya boleh
memukul. Akan tetapi Mafhum ini bertentangan dengan Mafhum Muwafaqohnya, yaitu
tidak boleh memukul
2.
Teks yang
disebut bukan hal yang biasanya (umum) terjadi
ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm
anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,
Ayat
ini tidak bisa dipahami bahwa anak yang tidak
dalam pemeliharaan boleh dinikah, kata Pemeliharaanmu disebutkan sebab
pada umumnya anak tiri dipelihara oleh ayah tiri karena mengikuti ibunya
3.
Teks yang
disebutkan tidak bertujuan menguatkan suatu keadaan
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده
Artinya: Orang islam adalah orang yang tidak mengganggu
oarng-orang islam lainnya baik dengan lisan maupun tangannya
Tidak bisa dipahami bahwa selain orang islam boleh
diganggu, sebab perkataan tersebut dimaksudkan alangkah pentingnya hidup rukun dan damai diantara orang-orang islam
sendiri
4.
Teks harus
berdiri sendiri tidak mengikuti kepada yang lain
wur Æèdrçų»t7è? óOçFRr&ur tbqàÿÅ3»tã Îû ÏÉf»|¡yJø9$# 3 y7ù=Ï? ßrßãn «!$# xsù $ydqç/tø)s? 3 y7Ï9ºxx. ÚúÎiüt6ã ª!$# ¾ÏmÏG»t#uä Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 cqà)Gt ÇÊÑÐÈ
187. janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertakwa.
Tidak
bisa dipahami boleh
mencampuri istri dimasjid jika tidak sedang I’tikaf, karena dalam ayat ini
memiliki dua aturan. Aturan tang pertama adalah boleh mencampuri istri dan yang
kedua adalah I’tikaf yang harus dilakukan di Masjid.[9]
Masalah
berhujjah dengan Mafhum Muwafaqoh lebih ringan, karena para ulama telah sepakat
boleh berhujjah dengan Mafhum Muwafaqoh, kecuali penganut Madzhab Zhohiri.
Sedangkan berhujjah dengan Mafhum Mukholafah hanya diakui oleh Imam Malik, As
Syafi;I dan Imam Ahmad, sementara Abu Hanifah dan pengikutnya menolak.
Golongan
yang mengakui Mafhum Mukholafah sebagai
hujjah mengajukan sejumlah argument baik Aqli maupun Naqli. diantara dalil
Naqlinya ialah.
1)
Riwayat yang
menyatakan bahwa ketika diturunkan ayat: Kamu mohonkan ampun bagi mereka
ataupun tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka sampai tujuh puluh kali, namun
Allah sekali-kali tidak memberi ampun bagi mereka” (At Taubah; 80) Nabi
berkata “Tuhanku telah memberikan pilihan padaku, demi Allah aku akan
menambah permohonan ampun itu lebih dari tujuh puluh.”. Nabi memahami bahwa
jumlah yang lebih tujuh puluh kali itu berbeda dengan jumlah tujuh puluh kali.
2)
Pendapat
Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa warisan saudara perempuan terhalang ketika ada
anak perempuan, berdasarkan pada ayat; ” Jika seseorang meninggal dunia dan
ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudara
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkan” (An Nisa; 176). Dari
ketentuan ayat tentang warisan saudara perempuan ketika tidak ada anak ini,
Ibnu Abbas memahami bahwa warisan itu terhalang ketika ada anak perempuan,
sebab anak perempuan pun adalah anak juga
3)
Riwayat
bahwa Ya’la bin Umayyah berkata kepada Umar; “Mengapa kita mengqoshor
sholat? padahal ita dalam suasana aman, dan Allah juga berfirman Tidaklah
mengapa kamu mengqoshor sholat jika kamu takut (An Nisa; 101). Sisi hujjah
riwayat ini ialah, bahwa Ya’la memahami ayat tersebut, kebolehan mengqoshor
sholat itu hanya dalam keadaan takut, bahwa dalam kondisi aman tidak boleh
mengqoshor sholat. Umar tidak menyalahkan Ya’la bahkan ia berkata, “Saya
juga merasa heran sepertimu, lalu saya tanyakan hal itu pada nabi, dan beliau
menjawab; itu adalah sedekah yang diberikan Allah kepadamu, maka terimalah
sedekah itu.
Sedangkan
dalil Aqlinya antara lain ialah. Andaikata kedudukan hukum orang fasik sama
dengan orang yang tidak fasik, dalam firmanNya; “Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah
dengan teliti” (Al Hujurot; 6) yang kedua-duanya (Fasik atau tidak Fasik)
wajib diteliti beritanya tentulah pengungkapan orang fasik secara khusus pada
ayat ini tidak berguna.[10]
D.
Kesimpulan
Secara etimologi pengertian al-mafhum adalah :
sebuah ibarat dari kumpulan beberapa sifat yang menjelaskan terhadap makna
secara keseluruhan. al-mafhum itu sendiri berasal dari kata "fahima
as-Syaia fahman dari bab fa’ila" mempunyai arti : sebuah gambaran yang
sangat bagus Sedangkan secara terminilogi makna al-mafhum adalah : lafadz yang
menunjukkan terhadap sesuatu diluar pembicaraan (fi ghairi mahalli an-nutqi),
dan menjadi sebuah hukum terhadap yang telah ditetapkan. Mafhum Mukholafah ini
terbagi menjadi 5 macam. Mafhum dengan sifat, syarat, ghoyah, adad dan hasr.
Mafhum
Mukholafah menurut A. Hanafie dalam bukunya Ushul Fighi memerlukan 4 syarat
agar ia bisa dijadikan hujjah. Mafhum Mukholafah tidak bertentangan dengan
dalil yang lebih kuat baik berupa dalil manthuq atau Mafhum Muwafaqoh, Teks
yang disebut bukan hal yang biasanya (umum) terjadi, Teks yang disebutkan tidak
bertujuan menguatkan suatu keadaan, Teks harus berdiri sendiri tidak mengikuti
kepada yang lain.
Referensi
Karim, Syafi’I Ushul Fiqh Pustaka setia Bandung
Khollaf, Abdul Wahab Kaedah-Kaedah Hukum Islam RajaGrafindo
Jakarta
Al Qoththon, Mnna Pengantar Studi
Ilmu Al Quran
[1] Manna Al Qoththin Pengantar studi alquran Hal. 311
[2] Maksudnya:
apabila imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum'at, Maka kaum
muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua
pekerjaannya.
[3] Yang dimaksud wanita-wanita yang baik disini adalah
wanita-wanita yang Suci, akil balig dan muslimah.
[4] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan
ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai
Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang
mutlak terhadapnya.
[5] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata
isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang
tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
[6] Abdul Wahab Kholaf Kaedah-kaedah Hukum Islam Hal 249-251
[7] Maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash
membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya.
[8] Maksudnya: kekuasaan di sini ialah hal ahli waris yang
terbunuh atau Penguasa untuk menuntut qishas atau menerima diat. qishaash ialah
mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu tidak dilakukan, bila yang
membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh Yaitu dengan membayar
diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya
dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya
dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban
sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh,
atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia
diambil qishaash dan di akhirat Dia mendapat siksa yang pedih. diat ialah
pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa
atau anggota badan.
[9] Syafi’I Karim Ushul Fiqh Hal. 180-183
[10] Syeikh manna Alqoththon Op. Cit. Hal 319-320
Tidak ada komentar:
Posting Komentar