Senin, 24 November 2014

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Nur Mahmudah, M.A










Disusun Oleh :
Muhamad Zulfar Rohman               : 312024
Taufiqur Rohman                             : 3120 29
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN/ TAFSIR HADITS
TAHUN 2013
ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

I.     Pendahuluan
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah Saw pernah mengingatkan bahwa perjalanan sejarah Islam tidak tetap dalam satu keadaan tapi berubah dan bersifat fluktuatif (pasang surut) dalam sabdanya, “Innal islaama bada`a ghariiban wa saya’udu ghariiban kama bada`a.”
Islam pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad Saw di tengah masyarakat kafir Quraisy, mereka merasa asing dan aneh. Islam mengajak untuk bertauhid (mengesakan Allah) sementara mereka terbiasa menyembah berhala dengan jumlah yang banyak. Islam menuntun untuk beraklakul karimah (mulia) sementara mereka telah terbiasa dengan ahlak madzmumah (tercela) bergelimang dosa. Sabda Nabi, Islam akan kembali dianggap aneh seperti pertama kali datang kepada kafir Quraisy. “Fatuuba lighuraba`i,” beruntunglah orang-orang yang dianggap aneh. yang dimaksud aneh disini bukanlah mereka yang membuat hal-hal yang aneh-aneh apalagi nyeleneh! Waktu itu juga para sahabat bertanya, “Man hum ya Rasulallah?” siapakah orang yang dianggap aneh itu wahai Rasul? Beliau menjawab, “Alladziina yushlihuuuna ‘inda fasaadinnaas.” Mereka adalah orang-orang yang tetap istiqomah (konsisten) melaksanakan kebaikan sesuai dengan ajaran Alquran dan assunah disaat orang-orang lain sudah berbuat kerusakan.
Dari hadis diatas, dapat dipahami bahwa islam sebagaimana fitrahnya sebagai agama manusia ketika sudah menyebar ke suatu tempat, maka akan berdialog dengan budaya lokal masyarakat sesuai kondisi obyektif ruang dan waktu yang melingkupinya, sebagaimana ketika islam datang pertama kali dalam budaya lokal Bangsa Arab. Darisitu perlu kiranya kita membahas bagaimana semestinya dialog antara agama dan budaya lokal tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih antara dua term yang tidak dapat dipisahkan itu.

II.     Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian budaya lokal ?
2.    Seperti apa dialog antara islam dan budaya lokal ?

III.     Pembahasan
1.      Islam
Islam adalah agama yang bersifat universal, risalahnya diturunkan kepada seluruh umat manusia tanpa memandang suku, ras, dan seabagainya. Ia dapat diterima dimanapun dan kapanpun (Islam sholih likulli zaman wa makan). Hal itu terbukti dengan sikap moderatnya terhadap berbagai budaya lokal yang berkembang, bahkan kadang mengakomodasi dari budaya lokal itu sendiri. Disamping itu banyaknya ikhtilaf dari ulama dalam memahami ajaran agama islam benar-benar menjadi sebuah rahmat sehingga islam dapat selalu sesuai dengan pelbagai situasi dan kondisi. Senada dengan fiman Allah :
تَبَارَكَ الَّذِي نزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِه لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا  (1)
“Mahasuci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).”
Meskipun Indonesia merupakan negara dengan penganut islam terbesar, tapi berbeda dengan negara islam lainya, Indonesia termasuk yang paling sedikit ter-arabisasi-kan. Dapat tercermin dari proses masuknya islam ke Indonesia, ia tidak menghilangkan semua budaya lokal yang lebih dulu ada dalam tatanan masyarakat, dan disamping itu islam tidak datang dengan menggunakan militer dan kekerasan, tapi dengan jalan yang damai lewat perdagangan, perkawinan, dan kesenian.

2.      Budaya

Menurut Suparlan (1986: 107) kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai mahluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat, model pengetahuan, yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.[1]
Budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat  adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, etos kerja dan pandangan hidup. Kebudayaan mempunyai beberapa unsur :
1.    Kesenian
2.    Sistem teknologi dan peralatan
3.    Sistem organisasi masyarakat
4.    Bahasa
5.    Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
6.    Sistem pengetahuan
7.    Sistem religi
3.      Akulturasi Agama dan Budaya Lokal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia akulturasi adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling memengaruhi atau proses masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu.[2]
Dari pengertian akulturasi ini, maka dalam konteks masuknya Islam ke Nusantara  (Indonesia) dan dalam perkembangan selanjutnya telah terjadi interaksi budaya yang saling memengaruhi. Namun dalam proses interaksi itu, pada dasarnya kebudayaan setempat yang tradisional masih tetap kuat, sehingga terdapat perpaduan budaya asli (lokal) Indonesia dengan budaya Islam. Perpaduan inilah yang kemudian disebut akulturasi kebudayaan.
Sebelum Islam datang ke Indonesia, di Nusantara (Indonesia) telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hinduisme dan Budhisme, seperti kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Akan tetapi setelah proses Islamisasi dimulai sejak abad ke XIII, unsur agama Islam sangat memegang peranan penting dalam membangun jaringan komunikasi antara kerajaan-kerajaan pesisir dengan kerajaan-kerajaan pedalaman yang masih bercorak Hindu-Budha.
Oleh karena itu, dalam menyikapi akulturasi budaya, analisis yang digunakan berdasarkan perspektif sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Karena dalam proses Islamisasi di Indonesia tidak berjalan satu arah, tetapi banyak arah atau melalui berbagai macam pintu. Pintu-pintu itu, misalnya melalui kesenian, pewayangan,  perkawinan, pendidikan, perdagangan, aliran kebatinan, mistisisme dan tasawuf. Ini semua menyebabkan terjadinya kontak budaya, yang sulit dihindari unsur-unsur budaya lokal masuk dalam proses Islamisasi di Indonesia.
Islam masuk ke Indonesia harus menghadapi kebudayaan lokal yang sudah ada  seperti kebudayaan Hindu-Budha. Untuk itu, dakwah Islam di Indonesia mengakulturasikan dengan kebudayaan lokal setempat. Misalnya saja dakwah yang dibawa oleh salah satu wali songo, Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga menggunakan media wayang sebagai alat untuk berdakwah. Selain inu ada konsep “Meru” dalam pembuatan Masjid Demak, Konsep Meru (atap Tumpang) pada atap Masjid Demak menandakan kebudayaan Islam telah berakulturasi dengan lokal (Hindu-Budha) dari segi arsitektur. Akulturasi ini menandakan merupakan agama yang toleran terhadap agama lain.
Peranan Islam dalam pendidikan juga memberikan sumbangan yang besar. Hal ini terlihat didirikannya pondok-pondok pesantren yang berguna untuk menimba ilmu agama Islam. Pendirian pesantren-pesantren ini, membuka peluang para pemuda Indonesia untuk mempelajari Islam dan Al-Quran. Al-Quran yang dipelajari bukan hanya memuat bagaimana tata cara beribadah saja, dari segi ilmu pengetahuan juga ada di Al-Quran, sehingga dengan masuknya Islam di Indonesia membuka cakrawala ilmu pengetahuan yang lebih luas dari sebelum masuknya agama Islam.
Islam mengajarkan sistem baru dalam bidang perekonomian. Sebelum datangnya Islam perekonomian di Indonesia menggunakan sistem barter, kemudian berpindah ke sistem perdagangan. Dari sistem perdagangan ini dikenalkan uang sebagai alat untuk pembayaran. Mengapa sistem perdagangan? Sistem perdagangan ini dianjurkan dan menjadi Sunah bagi umat muslim, karena diajarkan dan dipraktekkan  oleh Rasullah SAW.
Segi religi dalam islam juga menawarkan proses pengkuburan yang berbeda dari kebudayaan Hindu-Budha. Pada masa Hindu Budha, sistem kuburan dilakukan dengan cara membakar (kremasi) jenasah. Di Islam hal tersebut tidak ada. Islam mengajarkan manusia yang berasal dari tanah harus kembali ke tanah. Jadi manusia yang sudah mati harus di kubur dalam tanah. Konsep ini berbeda dari konsep sebelum masuknya Islam.
Jadi, dengan demikian proses masuknya agama Islam memengaruhi semua aspek kehidupan tanpa terkecuali, termasuk sistem kebudayaan. Adanya akulturasi budaya Islam di Indonesia menandakan Islam masuk ke Indonesia bersifat toleran terhadap agama lain, Islam yang masuk ke Indonesia dilakukan secara damai tak ada paksaan untuk masuk ke dalam Islam. Hal ini yang membuat banyak orang yang berbondong-bondong masuk Islam.[3]
Sebagai muslim, harus punya sikap kritis dalam melihat konteks akulturasi Islam dan budaya lokal dalam menelaah sejarah Islam di Indonesia. Islam itu bukanlah suatu sistem yang hanya membicarakan ke-Tuhanan saja, tetapi yang tak kalah pentingnya adalah mengandung ajaran peradaban (tamaddun) yang lengkap.
Dari situ perlu kiranya ditempuh langkah-langkah untuk menciptakan keselarasan antara budaya dan islam. Pertama sudah sewajibnya setiap Muslim memahami hakikat islam dengan seksama. Kedua setiap orang juga seharusnya memahami hakikat kebudayaan dengan pelbagai cabang dan rantingnya. Ketiga setiap Muslim dalam menggali sistem nilai-nilai dasar dan norma-norma asasi islam (al-Quran dan as-Sunnah) yang berkaitan dengan pelbagai kehidupan manusia, hendaknya menggunakan pendekatan yang multi dimensional. Cara tersebut akan menghantarkan pemahaman yang proporsional umat islam terhadap agama, yaitu :
a)    Memelihara unsur nilai dan norma kebudayaan yang sudah ada yang bersifat positif
b)   Menghilangkan nilai dan norma yang walaupun sudah ada, tetapi bersifat negatif
c)    Bersikap reseptif, selektif, digestif, asimilatif, dan transmitifterhadap kebudayaan pada umumnya.
d)   Menyelenggarakan pengislaman terhadap kebudayaan-kebudayaan tersebut yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma islam.[4]


IV.     Kesimpulan

Ø Islam adalah agama yang bersifat universal, risalahnya diturunkan kepada seluruh umat manusia tanpa memandang suku, ras, dan seabagainya. Ia dapat diterima dimanapun dan kapanpun (Islam sholih likulli zaman wa makan)
Ø Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai mahluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat, model pengetahuan, yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan unsur kebudayaan : Kesenian, Sistem teknologi dan peralatan, Sistem organisasi masyarakat, Bahasa, Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi, Sistem pengetahuan, Sistem religi.
Ø Untuk menciptakan keselarasan antara budaya dan islam. Pertama sudah sewajibnya setiap Muslim memahami hakikat islam dengan seksama. Kedua setiap orang juga seharusnya memahami hakikat kebudayaan dengan pelbagai cabang dan rantingnya. Ketiga setiap Muslim dalam menggali sistem nilai-nilai dasar dan norma-norma asasi islam (al-Quran dan as-Sunnah) yang berkaitan dengan pelbagai kehidupan manusia, hendaknya menggunakan pendekatan yang multi dimensional.
Ø Agama dan budaya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga kita harus mensikapinya dengan proporsional, yaitu : Memelihara unsur nilai dan norma kebudayaan yang sudah ada yang bersifat positif, Menghilangkan nilai dan norma yang walaupun sudah ada, tetapi bersifat negatif, Bersikap reseptif, selektif, digestif, asimilatif, dan transmitifterhadap kebudayaan pada umumnya. Menyelenggarakan pengislaman terhadap kebudayaan-kebudayaan tersebut yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma islam.

V.     Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sajikan kehadapan sidang pembaca sekalian, atas berbagai kekurangan yang ada kami mohon kritik dan saran untuk merevisi makalah kami



Daftar Pustaka
Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta : Lkis, 2005
Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 1990)
Suryanegara, Ahmad Mansur.1995. Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di Indonesia.Bandung : Mizan
Endang Saifuddin Anshari, Amien rais (ed),  Islam Di Indonesia : Beberapa Masalah Sekitar Islam dan Kebudayaan, Jakarta: PT RjaGrafindo Persada, 1996


[1] Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta : Lkis, 2005, h. 14
[2] Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 134
[3] Suryanegara, Ahmad Mansur.1995. Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di Indonesia.Bandung : Mizan
[4] Endang Saifuddin Anshari, Amien rais (ed),  Islam Di Indonesia : Beberapa Masalah Sekitar Islam dan Kebudayaan, Jakarta: PT RjaGrafindo Persada, 1996, h.93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar