ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Nur Mahmudah,
M.A
Disusun Oleh :
Muhamad Zulfar Rohman : 312024
Taufiqur Rohman : 3120
29
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN/ TAFSIR HADITS
TAHUN 2013
ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
I. Pendahuluan
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah Saw pernah
mengingatkan bahwa perjalanan sejarah Islam tidak tetap dalam satu keadaan tapi
berubah dan bersifat fluktuatif (pasang surut) dalam sabdanya, “Innal islaama
bada`a ghariiban wa saya’udu ghariiban kama bada`a.”
Islam pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad Saw di tengah masyarakat
kafir Quraisy, mereka merasa asing dan aneh. Islam mengajak untuk bertauhid
(mengesakan Allah) sementara mereka terbiasa menyembah berhala dengan jumlah
yang banyak. Islam menuntun untuk beraklakul karimah (mulia) sementara mereka
telah terbiasa dengan ahlak madzmumah (tercela) bergelimang dosa. Sabda Nabi,
Islam akan kembali dianggap aneh seperti pertama kali datang kepada kafir
Quraisy. “Fatuuba lighuraba`i,” beruntunglah orang-orang yang dianggap aneh.
yang dimaksud aneh disini bukanlah mereka yang membuat hal-hal yang aneh-aneh
apalagi nyeleneh! Waktu itu juga para sahabat bertanya, “Man hum ya
Rasulallah?” siapakah orang yang dianggap aneh itu wahai Rasul? Beliau
menjawab, “Alladziina yushlihuuuna ‘inda fasaadinnaas.” Mereka adalah
orang-orang yang tetap istiqomah (konsisten) melaksanakan kebaikan sesuai
dengan ajaran Alquran dan assunah disaat orang-orang lain sudah berbuat
kerusakan.
Dari hadis diatas, dapat dipahami bahwa islam sebagaimana fitrahnya
sebagai agama manusia ketika sudah menyebar ke suatu tempat, maka akan berdialog
dengan budaya lokal masyarakat sesuai kondisi obyektif ruang dan waktu yang
melingkupinya, sebagaimana ketika islam datang pertama kali dalam budaya lokal
Bangsa Arab. Darisitu perlu kiranya kita membahas bagaimana semestinya dialog antara
agama dan budaya lokal tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih antara dua
term yang tidak dapat dipisahkan itu.
II.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian budaya lokal
?
2.
Seperti apa dialog antara
islam dan budaya lokal ?
1. Islam
Islam adalah agama yang bersifat
universal, risalahnya diturunkan kepada seluruh umat manusia tanpa memandang
suku, ras, dan seabagainya. Ia dapat diterima dimanapun dan kapanpun (Islam
sholih likulli zaman wa makan). Hal itu terbukti dengan sikap moderatnya
terhadap berbagai budaya lokal yang berkembang, bahkan kadang mengakomodasi
dari budaya lokal itu sendiri. Disamping itu banyaknya ikhtilaf dari
ulama dalam memahami ajaran agama islam benar-benar menjadi sebuah rahmat
sehingga islam dapat selalu sesuai dengan pelbagai situasi dan kondisi. Senada
dengan fiman Allah :
تَبَارَكَ
الَّذِي نزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِه لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا (1)
“Mahasuci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur’an)
kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh
alam (jin dan manusia).”
Meskipun Indonesia merupakan negara
dengan penganut islam terbesar, tapi berbeda dengan negara islam lainya,
Indonesia termasuk yang paling sedikit ter-arabisasi-kan. Dapat
tercermin dari proses masuknya islam ke Indonesia, ia tidak menghilangkan semua
budaya lokal yang lebih dulu ada dalam tatanan masyarakat, dan disamping itu
islam tidak datang dengan menggunakan militer dan kekerasan, tapi dengan jalan
yang damai lewat perdagangan, perkawinan, dan kesenian.
2. Budaya
Menurut Suparlan
(1986: 107) kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh
manusia sebagai mahluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat, model
pengetahuan, yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan
menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong dan
menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.[1]
Budaya diperoleh
melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan,
minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam
masyarakat adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal
teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud
dalam seni, tatanan masyarakat, etos kerja dan pandangan hidup. Kebudayaan
mempunyai beberapa unsur :
1.
Kesenian
2.
Sistem teknologi dan peralatan
3.
Sistem organisasi masyarakat
4.
Bahasa
5.
Sistem mata pencaharian hidup dan
sistem ekonomi
6.
Sistem pengetahuan
7.
Sistem religi
3. Akulturasi Agama dan Budaya Lokal
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia akulturasi adalah percampuran dua kebudayaan atau
lebih yang saling bertemu dan saling memengaruhi atau proses masuknya pengaruh
kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif
sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu.[2]
Dari
pengertian akulturasi ini, maka dalam konteks masuknya Islam ke Nusantara (Indonesia) dan dalam perkembangan
selanjutnya telah terjadi interaksi budaya yang saling memengaruhi. Namun dalam
proses interaksi itu, pada dasarnya kebudayaan setempat yang tradisional masih
tetap kuat, sehingga terdapat perpaduan budaya asli (lokal) Indonesia dengan
budaya Islam. Perpaduan inilah yang kemudian disebut akulturasi kebudayaan.
Sebelum
Islam datang ke Indonesia, di Nusantara (Indonesia) telah berdiri kerajaan-kerajaan
yang bercorak Hinduisme dan Budhisme, seperti kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Akan tetapi setelah proses Islamisasi dimulai sejak abad ke XIII, unsur agama
Islam sangat memegang peranan penting dalam membangun jaringan komunikasi
antara kerajaan-kerajaan pesisir dengan kerajaan-kerajaan pedalaman yang masih
bercorak Hindu-Budha.
Oleh
karena itu, dalam menyikapi akulturasi budaya, analisis yang digunakan berdasarkan
perspektif sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Karena dalam proses
Islamisasi di Indonesia tidak berjalan satu arah, tetapi banyak arah atau
melalui berbagai macam pintu. Pintu-pintu itu, misalnya melalui kesenian,
pewayangan, perkawinan, pendidikan,
perdagangan, aliran kebatinan, mistisisme dan tasawuf. Ini semua menyebabkan
terjadinya kontak budaya, yang sulit dihindari unsur-unsur budaya lokal masuk
dalam proses Islamisasi di Indonesia.
Islam
masuk ke Indonesia harus menghadapi kebudayaan lokal yang sudah ada seperti kebudayaan Hindu-Budha. Untuk itu,
dakwah Islam di Indonesia mengakulturasikan dengan kebudayaan lokal setempat.
Misalnya saja dakwah yang dibawa oleh salah satu wali songo, Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga menggunakan media wayang sebagai alat untuk berdakwah. Selain
inu ada konsep “Meru” dalam pembuatan Masjid Demak, Konsep Meru (atap Tumpang)
pada atap Masjid Demak menandakan kebudayaan Islam telah berakulturasi dengan
lokal (Hindu-Budha) dari segi arsitektur. Akulturasi ini menandakan merupakan
agama yang toleran terhadap agama lain.
Peranan
Islam dalam pendidikan juga memberikan sumbangan yang besar. Hal ini terlihat
didirikannya pondok-pondok pesantren yang berguna untuk menimba ilmu agama
Islam. Pendirian pesantren-pesantren ini, membuka peluang para pemuda Indonesia
untuk mempelajari Islam dan Al-Quran. Al-Quran yang dipelajari bukan hanya
memuat bagaimana tata cara beribadah saja, dari segi ilmu pengetahuan juga ada
di Al-Quran, sehingga dengan masuknya Islam di Indonesia membuka cakrawala ilmu
pengetahuan yang lebih luas dari sebelum masuknya agama Islam.
Islam
mengajarkan sistem baru dalam bidang perekonomian. Sebelum datangnya Islam
perekonomian di Indonesia menggunakan sistem barter, kemudian berpindah ke
sistem perdagangan. Dari sistem perdagangan ini dikenalkan uang sebagai alat
untuk pembayaran. Mengapa sistem perdagangan? Sistem perdagangan ini dianjurkan
dan menjadi Sunah bagi umat muslim, karena diajarkan dan dipraktekkan oleh Rasullah SAW.
Segi
religi dalam islam juga menawarkan proses pengkuburan yang berbeda dari
kebudayaan Hindu-Budha. Pada masa Hindu Budha, sistem kuburan dilakukan dengan
cara membakar (kremasi) jenasah. Di Islam hal tersebut tidak ada. Islam
mengajarkan manusia yang berasal dari tanah harus kembali ke tanah. Jadi
manusia yang sudah mati harus di kubur dalam tanah. Konsep ini berbeda dari
konsep sebelum masuknya Islam.
Jadi,
dengan demikian proses masuknya agama Islam memengaruhi semua aspek kehidupan
tanpa terkecuali, termasuk sistem kebudayaan. Adanya akulturasi budaya Islam di
Indonesia menandakan Islam masuk ke Indonesia bersifat toleran terhadap agama
lain, Islam yang masuk ke Indonesia dilakukan secara damai tak ada paksaan
untuk masuk ke dalam Islam. Hal ini yang membuat banyak orang yang
berbondong-bondong masuk Islam.[3]
Sebagai
muslim, harus punya sikap kritis dalam melihat konteks akulturasi Islam dan
budaya lokal dalam menelaah sejarah Islam di Indonesia. Islam itu bukanlah
suatu sistem yang hanya membicarakan ke-Tuhanan saja, tetapi yang tak kalah
pentingnya adalah mengandung ajaran peradaban (tamaddun) yang lengkap.
Dari
situ perlu kiranya ditempuh langkah-langkah untuk menciptakan keselarasan
antara budaya dan islam. Pertama sudah sewajibnya setiap Muslim memahami
hakikat islam dengan seksama. Kedua setiap orang juga seharusnya memahami
hakikat kebudayaan dengan pelbagai cabang dan rantingnya. Ketiga setiap
Muslim dalam menggali sistem nilai-nilai dasar dan norma-norma asasi islam
(al-Quran dan as-Sunnah) yang berkaitan dengan pelbagai kehidupan manusia,
hendaknya menggunakan pendekatan yang multi dimensional. Cara tersebut akan
menghantarkan pemahaman yang proporsional umat islam terhadap agama, yaitu :
a)
Memelihara unsur nilai dan norma kebudayaan
yang sudah ada yang bersifat positif
b)
Menghilangkan nilai dan norma yang walaupun
sudah ada, tetapi bersifat negatif
c)
Bersikap reseptif, selektif, digestif,
asimilatif, dan transmitifterhadap kebudayaan pada umumnya.
d)
Menyelenggarakan pengislaman terhadap
kebudayaan-kebudayaan tersebut yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma islam.[4]
IV.
Kesimpulan
Ø Islam adalah agama yang bersifat universal, risalahnya
diturunkan kepada seluruh umat manusia tanpa memandang suku, ras, dan
seabagainya. Ia dapat diterima dimanapun dan kapanpun (Islam sholih likulli
zaman wa makan)
Ø
Kebudayaan adalah
keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai mahluk sosial yang
isinya adalah perangkat-perangkat, model pengetahuan, yang secara selektif
dapat digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi
dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan unsur kebudayaan
: Kesenian, Sistem teknologi dan peralatan, Sistem organisasi masyarakat, Bahasa,
Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi, Sistem pengetahuan, Sistem
religi.
Ø Untuk
menciptakan keselarasan antara budaya dan islam. Pertama sudah
sewajibnya setiap Muslim memahami hakikat islam dengan seksama. Kedua setiap
orang juga seharusnya memahami hakikat kebudayaan dengan pelbagai cabang dan
rantingnya. Ketiga setiap Muslim dalam menggali sistem nilai-nilai dasar
dan norma-norma asasi islam (al-Quran dan as-Sunnah) yang berkaitan dengan
pelbagai kehidupan manusia, hendaknya menggunakan pendekatan yang multi
dimensional.
Ø
Agama dan budaya merupakan kesatuan yang tak
terpisahkan, sehingga kita harus mensikapinya dengan proporsional, yaitu : Memelihara
unsur nilai dan norma kebudayaan yang sudah ada yang bersifat positif, Menghilangkan
nilai dan norma yang walaupun sudah ada, tetapi bersifat negatif, Bersikap
reseptif, selektif, digestif, asimilatif, dan transmitifterhadap kebudayaan
pada umumnya. Menyelenggarakan pengislaman terhadap kebudayaan-kebudayaan
tersebut yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma islam.
V.
Penutup
Demikian makalah yang
dapat kami sajikan kehadapan sidang pembaca sekalian, atas berbagai kekurangan
yang ada kami mohon kritik dan saran untuk merevisi makalah kami
Daftar Pustaka
Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta : Lkis, 2005
Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. II; Jakarta: Balai
Pustaka, 1990)
Suryanegara,
Ahmad Mansur.1995. Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di
Indonesia.Bandung : Mizan
Endang Saifuddin Anshari, Amien rais (ed), Islam Di Indonesia : Beberapa Masalah
Sekitar Islam dan Kebudayaan, Jakarta: PT RjaGrafindo Persada, 1996
[1]
Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta : Lkis, 2005, h. 14
[2] Tim
Penyusun Kamus Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 134
[3] Suryanegara, Ahmad Mansur.1995. Menemukan
Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di Indonesia.Bandung : Mizan
[4]
Endang Saifuddin Anshari, Amien rais (ed),
Islam Di Indonesia : Beberapa Masalah Sekitar Islam dan Kebudayaan,
Jakarta: PT RjaGrafindo Persada, 1996, h.93
Tidak ada komentar:
Posting Komentar