EQUALITY IN ISLAM
For English Assignment
Lecturer : Dewi Ulya Mailasari, S.S.,
M.A

Complied by :
Muhamad Zulfar Rohman : 312024
M Khoirus Sholihin : 312025
M. Abdul Basar
Amrullah : 312026
Rofiqul Anam : 312027
STATE COLLEGE OF ISLAMIC STUDIES
KUDUS
Kesetaraan dalam Islam
Islam
memperhatikan kesetaraan semua manusia. Tidak ada perbedaan antara mereka baik
karena Ras, Warna kulit dan Bahasa. Semuanya menjadi satu keluarga dan datang
dari satu asal
Hal ini tidak
sesuai dengan kenyataan sebelum Islam datang ke semenanjung Arab, setiap suku
memperhatikan semua anggotanya agar lebih unggul daripada suku yang lain, dan
ini menjadikan hidup sangat sulit diantara mereka. Mereka tidak setuju dengan
kebaikan yang lain, dan mereka mamimpin sebuah kehidupan yang sulit. Ada
peperangan yang sangat sengit secara terus-menerus di antara suku-suku arab
karena kecenderungan tingkah laku mereka dengan yang lain.
Ketika Islam
datang, Islam memajukan langkah kedepan untuk memperbaiki perilaku orang-orang
arab dan membuat mereka sadar akan persaudaraan dengan orang lain. Orang-orang
miskin dan suku-suku sederhana cepat untuk mengikuti Nabi karena mereka melihat
dalam Islam ada harapan untuk memimpin kehidupan yang baik, dari Islam mereka
mendengar sesuatu yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya. Suara yang mereka
dengar memberi mereka harapan bahwa orang-orang bisa hidup setara dengan
makluk.
Tapi diwaktu
yang sama mereka menerima Islam sebagai suatu alasan untuk memimpin suku-suku
sebagai sasaran untuk memanggil Nabi, karena itu merupakan suatu hal yang sulit
bagi mereka untuk percaya bahwa orang-orang lemah sebagai saudara mereka.
Nabi sendiri
menekankan ini dengan tindakan dan perilakunya, dengan memperlakukan kesetaraan
antar umat manusia, bahkan budaknya.
Ada cerita
yang menarik tentang ini. Itu berhubungan dengan istri nabi, Khadijah mempunyai
budak bernama Zaid, yang mana dia memberikan kepada Nabi untuk membantunya
dengan keadilan pribadinya. Nabi memperlakukannya seperti anaknya sendiri, dan
semasa muda tidak pernah membiarkan dia sebagai seorang budak. Berdasarkan
peraturan Arab sebelum Islam, ketika peperangan tiba-tiba terjadi antara dua
suku pemenangnya dapat mengambil perempuan dan anak-anak dari yang kalah untuk
dijadikan budak. Zaid menjadi salah satu budak dari peristiwa tersebut, dan dia
berpindah dari tangan satu ke yang lainnya sampai akhirnya dia sampai pada
tangan Nabi. Ayah dan pamannya mencarinya kemana-mana. Dan akhirnya mereka
menemukan bahwa dia berada di mekah dengan Nabi Muhammad, dan mereka pergi ke
mekah dan meminta kepada Nabi untuk mengembalikan Zaid kepada mereka.
Mereka
menawarkan apapun yang nabi inginkan sebagai pertukaran atas anak
tersebut.ketika nabi mendengar hal ini,
beliau memanggil Zaid kepadanya dan berkata: “ ini ayah kamu, dan ini
paman kamu”.
Zaid mengakui
mereka, dan berkata dia tahu siapa mereka. Nabi berkata : jika kamu ingin pergi
dengan mereka, kamu bebas untuk pergi, dan jika kamu ingin tinggal, kamu juga
boleh untuk tinggal. Nabi memberikan pilihan kepada anak tersebut, dan apa yang
dijawab Zaid mengejutkan ayah dan pamannya: “tidak akan ada seseorangpun yang
lebih saya sukai kecuali anda, tidak juga ayah saya”
Ayah dan
pamannya terkejut dan marah, dan berkata:
“apa yang kamu katakan, Zaid,
apakah kamu lebih suka menjadi budak daripada bebas?”
“tidak,” kata Zaid, “tapi tidak
ada orang yang memperlakukanku seperti perlakuan nabi kepadaku!.’
Ketika nabi melihat itu, beliau
merasa ingin menyenangkan hati ayah dan paman Zaid, lalu beliaupun keluar
menemui masyarakat dan mengumumkan bahwa Zaid adalah bukan budak beliau, tetapi
dia adalah putra Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Hal ini mengajarkan
kepada kita suatu sistem baru yang diperkenalkan oleh Nabi kepada masyarakat
Arab, dengan kesetaraan bagi tiap manusia, tidak peduli suku ataupun warna
kulitnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar