KALAM KHOBAR DAN INSYA’
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Qowaid Tafsir
Dosen Pengampu : Shofaussamawati,
S.Ag.,M.SI
Disusun Oleh :
Muhamad Zulfar Rohman : 312024
Ninik Suliyatun : 310009
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN/ TAFSIR HADITS
TAHUN 2013
KALAM KHOBAR DAN INSYA’
I.
Pendahuluan
Ilmu ma’ani
pertama kali di kembangkan oleh Abd al- Qahir al- Jurzani. Objek kajian
ilmu ma’ani adalah kalimat-kalimat yang berbahasa arab. Tentu
ditemukannya ilmu ini bertujuan untuk mengungkap kemukjijatan al-Qur’an,
al-Hadits dan rahasia-rahasia kefasihan kalimat-kalimat bahasa Arab, baik puisi
maupun prosa. Disamping itu, objek kajian ilmu ma’ani hampir sama
dengan ilmu nahwu. Kaidah-kaidah yang berlaku dan digunakan dalam ilmu
nahwu berlaku dan digunakan pula dalam ilmu ma’ani.
Perbedaan antara keduanya terletak pada wilayahnya. Ilmu nahwu lebih
bersifat murad (berdiri sendiri) sedangkan ilmu ma’ani lebih
bersifat tarkibi (dipengaruhi faktor lain). Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hasan Tamam, bahwa tugas ilmu nahwu hanya mengutak ngatik
kalimah dalam suatu jumlah tidak sampai melangkah pada jumlah yang lain.
Pada
kesempatan ini kami akan memaparkan salah satu bab dalam ilmu ma’ani, yaitu
kalam khabar dan insya, karena كلُّ
كلامٍ فهوَ إمَّا خبرٌ أوْ إِنشاءٌ “Setiap kalam/perkataan yaitu baik ada yang disebut
kalam khabar atau kalam insya’”
II.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana penjelasan
tentang kalam khabar dan insya’?
2.
Apa perbedaan antara kalam
khabar dan insya ?
3.
Seperti pembagian dari
kalam khabar dan insya’ tersebut ?
Kalâm dalam
bahasa Arab atau kalimat dalam bahasa Indonesia adalah suatu untaian kata-kata
yang memiliki pengertian yang lengkap. Dalam konteks ilmu balâghah kalâm
terdiri dari dua jenis, yaitu kalâm khabari dan insyâi.
1.
KALAM
KHOBARI
A. Pengertian
kalâm khabari
Khabar ialah
pembicaraan yang mengandung kemungkinan benar atau bohong semata-mata dilihat
dari pembicaraannya itu sendiri. Jika seseorang mengucapkan suatu kalimat (kalâm
) yang mempunyai pengertian yang sempurna, setelah itu kita bisa menilai
bahwa kalimat tersebut benar atau salah maka kita bisa menetapkan bahwa kalimat
tersebut merupakan kalâm khabar. Dikatakan benar jika maknanya sesuai
dengan realita, dan dikatakan dusta (kadzb) jika maknanya bertentangan dengan
realita. Contoh,
قال الطالب : لن يحضر الأستاذ أحمد في المناقشة
غدا
Ucapan
mahasiswa di atas bisa dikategorikan kalâm khabari. Setelah mahasiswa
tersebut mengucapkan kalimat itu kita bisa melihat apakah ucapannya benar atau
salah. Jika ternyata ustadz Ahmad keesokan harinya tidak datang dalam perkuliahan,
maka ucapan mahasiswa tersebut benar. Sedangkan jika ternyata keesokan harinya
ustadz Ahmad dating pada perkuliahan, maka kalimat tersebut tidak benar atau
dusta.
B. Tujuan kalâm
khabari
Setiap
ungkapan yang dituturkan oleh seseorang pasti mempunyai tujuan tertentu. Suatu
kalâm khabari biasanya mempunyai dua tujuan, yaitu fâidah alkhabar dan lâzim
al-faidah.
1)
Fâidah al-khabar adalah
suatu kalâm khabari yang diucapkan kepada orang yang belum tahu sama
sekali isi perkataan itu.
Contoh,
كان
عمروابن عبدالعزيز لا يأخذ من بيت المال شيأ ولا يجزي على نفسه من الفيء درهما
Pada kalimat di atas mutakallim ingin
memberi tahu kepada mukhâthab bahwa Umar bin Abdul Aziz tidak pernah
mengambil sedikit pun harta dari baitul mal. Mutakallim berpraduga bahwa
mukhâthab tidak mengetahui hukum yang ada pada kalimat tersebut.
2)
Lâzim al-fâidah adalah
suatu kalâm khabari yang diucapkan kepada orang yang sudah
mengetahui isi dari pembicaraan tersebut, dengan tujuan agar
orang itu tidak mengira bahwa si pembicara tidak tahu.
ذهبت إلى الجامعة متأخرا
Selain kedua tujuan utama dari kalâm kahabar
terdapat tujuan-tujuan lainnya yang merupakan pengembangan dari tujuan semula.
Tujuan-tujuan tersebut adalah sbb:
1)
Istirhâm
(minta dikasihi)
Dari
segi bentuknya kalâm ini berbentuk khabar (berita), akan tetapi dari
segi tujuannya mutakallim ingin dikasihi oleh mukhâthab. Contoh kalâm
khabari dengan tujuan istirhâm adalah do'a nabi Musa yang dikutip
Alquran,
رب
إنى لما أنزلت إلي من خير فقير
Tuhanku,
aku ini sangat membutuhkan kebaikan yang Engkau berikan padaku.
2)
Izhhâr al-dha'fi (memperlihatkan
kelemahan) seperti do'a Nabi Zakaria dalam Alquran.
ربي إنى وهن العظم مني واستعل
الرأس شيبا
(Tuhanku
sesungguhnya aku telah lemah tulangku dan kepalaku telah penuh uban)
3)
Izhhâr
al-tahassur (memperlihatkan penyesalan) seperti doa Imran bapaknya Maryam
yang dihikayatkan dalam Alquran.
رب إني وضعتها أنثى والله أعلم بما وضعت
(Tuhanku,
aku telah melahirkan ia wanita dan Allah mengetahui apa yang ia lahirkan).
4)
Al-Fakhr
(sombong) seperti perkataan Amru bin Kalsum :
إذا بلغ
الفطام لنا صبي— تخر له الجبائر ساجدينا
(Jika seorang anak kami telah lepas menyusu,
semua orang sombong akan tunduk menghormatinya).
5)
Dorongan bekerja keras
Dari
segi bentuk dan isinya kalâm ini bersifat khabari (pemberitahuan),
akan tetapi maksud mutakallim mengucapkan ungkapan tersebut agar mukhâthab
bekerja keras. Contoh kalâm khabari untuk tujuan ini adalah surah Thahir
bin Husain kepada Abbas bin Musa al-Hadi yang terlambat membayar upeti,
C. Jenis-jenis
kalâm khabari
Kalâm
Khabari adalah kalimat yang diungkapkan untuk memberitahu sesuatu atau beberapa
hal kepada mukhâthab. Untuk efektifitas penyampaikan suatu pesan perlu
dipertimbangkan kondisi mukhâthab. Ada tiga keadaan mukhâthab yang perlu
dipertimbangkan dalam mengungkapkan kalâm khabari. Ketiga keadaan tersebut
adalah sbb:
1)
Mukhâthab yang belum tahu apa-apa (خالى الذهن)
Mukhâthab
khâlidzdzihni adalah keadaan mukhâthab yang belum tahu
sedikit pun tentang informasi yang disampaikan. Mukhâthab diperkirakan
akan menerima dan tidak ragu-ragu tentang informasi yang akan disampaikan. Oleh
karena itu tidak diperlukan taukîd dalam pengungkapannya. Bentuk kalâm
khabari pada model pertama ini dinamakan kalâm khabari ibtidâî.
Contoh,
السيارة ساقطة في الوادي
2)
Mukhâthab ragu-ragu (متردد الذهن)
Jika mukhâthab
diperkirakan ragu-ragu dengan informasi yang akan kita sampaikan maka perlu
diperkuat dengan taukîd. Keraguan mukhâthab bisa disebabkan dia mempunyai
informasi lain yang berbeda dengan informasi yang kita sampaikan, atau karena
keadaan mutakallim yang kurang meyakinkan.
Untuk
menghadapi mukhâthab jenis ini diperlukan adat taukîd seperti ‘- إنَّ- أن قد-ل ’. Bentuk kalâm ini dinamakan kalâm khabari thalabi طلبي. خبر
Contoh,
إن السيارة ساقطة.
3)
Mukhâthab yang menolak
(إنكارى)
Kadang
juga terjadi mukhâthab yang secara terang-terangan menolak informasi yang kita
sampaikan. Penolakan tersebut mungkin terjadi karena informasi yang kita
sampaikan bertentangan dengan informasi yang dimilikinya. Hal ini juga bisa
terjadi karena dia tidak mempercayai kepada kita. Untuk itu diperlukan adat
taukîd lebih dari satu untuk memperkuat pernyataannya. Jenis kalâm model ini
dinamakan kalâm khabari inkâri.
Contoh,
والله إن السيارة لساقطة
Dari
paparan di atas tampak bahwa penggunaan taukîd dalam suatu kalâm mempunyai
implikasi terhadap makna. Setiap penambahan kata pada suatu kalimat akan
mempunyai implikasi terhadap maknanya. Seorang filsuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi
bertanya kepada Abu Abbas
Muhammad
bin Yazid al-Mubarrid, ”Saya menemukan sesuatu yang sia-sia dalam ungkapan
Arab. Orang-orang berkata:
عبد الله قائم, وإن عبد الله قائم, وإن عبد الله
لقائم
Makna kalimat-kalimat
tersebut sama Abu al-Abbas al-Mubarrid berkata, “Ketiga kalimat tersebut tidak
sama artinya. Kalimat قائم الله عبد
merupakan informasi mengenai berdirinya Abdullah. Kalimat قائم الله
وإن عبد merupakan
jawaban dari pertanyaan seseorang. Sedangkan kalimat لقائم الله عبد وإن
merupakan jawaban atas keingkaran orang yang menolaknya.
2.
KALAM
INSYA’I
A. Pengertian kalâm insyâi
Kata ' إنشاء '
merupakan bentuk mashdar dari kata ' أنشأ '. Secara leksikal kata
tersebut bermakna membangun, memulai, kreasi, asli, menulis, dan menyusun.
Dalam ilmu kebahasaaraban insyâi merupakan salah satu nama mata kuliah yang
mengajarkan menulis.
Insyâi
sebagai kebalikan dari khabari merupakan bentuk kalimat yang setelah kalimat
tersebut dituturkan kita tidak bisa menilai benar atau dusta. Hal ini berbeda
dengan sifat kalâm khabari yang bisa dinilai benar atau dusta. Dalam
terminologi ilmu ma’âni kalâm insyâ'i adalah,
مالا يحتمل الصدق والكذب
Kalâm insyâi
adalah suatu kalimat yang tidak bisa disebut benar atau dusta Jika seorang
mutakallim mengucapkan suatu kalâm insyâi, mukhâthab tidak bisa menilai bahwa
ucapan mutakallim itu benar atau dusta. Jika seorang berkata ' إسمع ',
kita tidak bisa mengatakan bahwa ucapannya itu benar atau dusta. Setelah kalâm
tersebut diucapkan yang mesti kita lakukan adalah menyimak ucapannya.
B. Pembagian Kalâm Insyâi
Secara garis
besar kalâm insyâi ada dua jenis, yaitu insyâi thalabi dan insyâi
ghair thalabi. Kalâm yang termasuk kategori insyâi thalabi adalah
Amr, nahyu, istifhâm, tamannî, dan nidâ. Sedangkan kalâm
yang termasuk kategori ghair thalabi adalah ta'ajjub,
al-dzamm, qasam, kata-kata yang diawali dengan af'âl alrajâ.
Jenis-jenis kalâm insyâi ghair thalabi tidak termasuk ke dalam bahasan
ilmu ma’âni. Sehingga jenis-jenis kalimat tersebut tidak akan dibahas dalam
buku ini. Insyâi thalabi menurut para pakar balâghah adalah,
ما
يستدعي مطلوبًا غير حاصل وقت الطلب
لامتناع
تحصيل الحاصل وهو المقصود بالنظر هاهنا
Kalâm
insyâi thalabi adalah suatu kalâm yang menghendaki adanya suatu tuntutan yang
tidak terwujud ketika kalâm itu diucapkan. Dari definisi di atas tampak
bahwa pada kalâm insyâi thalabi terkandung suatu tuntutan.
Tuntutan tersebut belum terwujud ketika ungkapan tersebut diucapkan.
Kalimat-kalimat yang termasuk kategori insya thalabi adalah,
1.
Amr
Secara
leksikal amr bermakna perintah. Sedangkan dalam terminologi ilmu
balâghah amr adalah,
طلب الفعل على وجه لأستعلاء
Tuntutan
mengerjakan sesuatu kepada yang lebih rendah.
Al-Hâsyimi
(1960) mendefinisikan jumlah al-amr (kalimat perintah) sebagai tuturan yang
disampaikan oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih
rendah agar melaksanakan suatu perbuatan, seperti
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR y7øn=tã tb#uäöà)ø9$# WxÍ\s? ÇËÌÈ ÷É9ô¹$$sù È/õ3ßÛÏ9 y7În/u wur ôìÏÜè? öNåk÷]ÏB $¸JÏO#uä ÷rr& #Yqàÿx. ÇËÍÈ
(Sesungguhnya Kami telah menurunkan
Alquran kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu
untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu )
Untuk
menyusun suatu kalâm amr ada empat shîgah yang biasa digunakan:
a)
Fi'l al-amr
Semua kata
kerja yang ber-shîgah fi'l amr termasuk kategori thalabi. Contoh,
خذ
الكتاب بقوة
Ambillah
kitab itu dengan kuat!
b)
Fi'l mudhâri’ yang
disertai lâm alamr
Fi'il
mudhâri’ yang disertai dengan lâm al-amr maknanya sama dengan amr
yaitu perintah. Contoh,
لينفق
ذو سعة من سعته
Hendaklah
berinfak ketika dalam keleluasaan
c)
Isim fi'il amr
Kata isim
yang bermakna fi'il (kata kerja) termasuk shigat yang
membentuk kalâm insyâi thalabi.
Contoh,
حي
على الصلاة حي على الفلاح
(Mari
melaksanakan shalat! Mari menuju kebahagiaan!)
d)
Mashdar pengganti fi'il
Mashdar yang
posisinya berfungsi sebagai pengganti fi'il yang dibuang bisa juga
bermakna amr. Contoh,
سعيا
فى الخير
(Berusahalah
pada hal-hal yang baik) Dari keempat shîgah tersebut makna amr pada
dasarnya adalah perintah dari yang lebih atas kepada yang lebih rendah. Namun
demikian ada beberapa makna Amr selain dari makna perintah. Makna-makna
tersebut adalah do'a, iltimâs (menyuruh yang sebaya), tamannî
(berangan-angan), tahdîd (ancaman), ta'jiz (melemahkan),
taswiyah (menyamakan), takhyîr (memilih), dan ibâhah
(membolehkan).
2.
Nahyu
Makna nahyu
secara leksikal adalah melarang, menahan, dan menentang. Sedangkan dalam
terminologi ilmu balâghah nahyu adalah,
طلب الكف عن الفعل على وجه
الإستعلاء
(Tuntutan
meninggalkan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi). Contoh,
wur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y ÇÌËÈ
Janganlah
kamu sekalian mendekati zina! Sesungguhnya zina itu perbuatan keji dan jalan
yang sejelek-jeleknya. (al-Isra:32)
Pada ayat di
atas terdapat ungkapan nahyu, yaitu pada kata" #oTÌh9$# (#qç/tø)s? wur " Ungkapan
tersebut bermakna larangan. Allah swt melarang orang-orang beriman
berbuat zina. Al-Hasyimi mendefinisikan jumlah alnahy (kalimat melarang)
sebagai tuturan yang disampaikan oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya
kepada pihak yang lebih rendah agar meninggalkan sesuatu perbuatan.
3.
Istifhâm
Kata '
استفهام ' merupakan bentuk mashdar dari
kata ' استفهم '. Secara leksikal kata
tersebut bermakna meminta pemahaman/pengertian. Secara istilah istifhâm bermakna
طلب العلم بالشيء
(menuntut
pengetahuan tentang sesuatu).
Kata-kata
yang digunakan untuk istifhâm ini ialah :
أ-هل
- ما- من – متى – أيان – كيف – أين – كم – أي- أني
Suatu
kalimat yang menggunakan kata tanya dinamakan jumlah istifhâmiyyah,
yaitu kalimat yang berfungsi untuk meminta informasi tentang sesuatu yang belum
diketahui sebelumnya dengan menggunakan salah satu huruf istifhâm.
Contoh kalimat tanya seperti
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& Îû Ï's#øs9 Íôs)ø9$# ÇÊÈ !$tBur y71u÷r& $tB ä's#øs9 Íôs)ø9$# ÇËÈ
(Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan
itu?)
4.
Nidâ ( panggilan)
Secara
leksikal nidâ artinya panggilan. Sedangkan dalam terminology ilmu balâghah
nidâ adalah,
طلب الإقبال بحرف نائب مناب "أنادى" أدعو" المنقول
من الخبر الى الإنشاء
Nidâ adalah
tuntutan mutakallim yang menghendaki seseorang agar menghadapnya. Nidâ
menggunakan huruf yang menggantikan lafazh "unâdî"
atau "ad'û" yang susunannya dipindah dari kalâm khabari menjadi
kalâm insyâi.
Huruf nidâ
ada delapan, yaitu, hamzah ( ء), ay (
أي ), yâ ( يا ), â ( آ ), âi آي) ), ayâ
( أيا ), hayâ ( هيا ), dan wâ ( .(وا
5.
Tamannî
Kalimat
tamannî (berangan-angan) adalah kalimat yang berfungsi untuk menyatakan
keinginan terhadap sesuatu yang disukai, tetapi tidak mungkin untuk dapat
meraihnya, seperti
yltysù 4n?tã ¾ÏmÏBöqs% Îû ¾ÏmÏFt^Î ( tA$s% úïÏ%©!$# crßÌã no4quysø9$# $u÷R9$# |Møn=»t $oYs9 @÷WÏB !$tB ÎAré& ãbrã»s% ¼çm¯RÎ) rä%s! >eáym 5OÏàtã ÇÐÒÈ
(Ingin rasanya kami memiliki apa yang diberikan
kepada Karun. Sesungguhnya dia benar-benar memperoleh keberuntungan yang
besar). Dalam terminologi ilmu balâghah tamannî adalah,
طلب الشيء المحبوب الذي لا يرجى ولا يتوقع حصوله
Menuntut
sesuatu yang diinginkan, akan tetapi tidak mungkin terwujud. Ketidakmungkinan
terwujudnya sesuatu itu bisa terjadi karena mustahil terjadi atau juga sesuatu
yang mungkin akan tetapi tidak maksimal dalam mencapainya. Syi’ir di bawah ini
merupakan contoh kalâm tamannî yang mengharapkan sesuatu yang mustahil terjadi,
ألا ليت الشباب يعود يوما—فأخبركم بما
فعل المشيد
Aduh,
seandainya masa muda itu kembali sehari saja Aku akan mengabarkan kepada kalian
Bagaimana yang terjadi ketika sudah tua
Pada syi’ir
di atas penyair mengharapkan kembalinya masa muda walau hanya sehari. Hal ini
tidak mungkin, sehingga dinamakan tamannî. Tamannî juga ada pada ungkapan yang
mungkin terwujud (bisa terwujud) akan tetapi tidak bisa terwujud karena tidak
berusaha secara maksimal. Dalam Alquran Allah berfirman,
يا
ليت لنا مثل ما أوتي قارون
Aduh,
seandainya aku dikaruniai harta seperti Qarun.
IV.
Kesimpulan
Ø
Kalâm khabari ialah
suatu ungkapan yang mengandung kemungkinan benar atau bohong dilihat dari
teksnya itu sendiri.
Ø
Kalâm khabari mempunyai
dua tujuanutama; pertama untuk memberi tahu mukhâthab tentang suatu
informasi kedua agar orang yang diajak bicara tidak mengira bahwa ia tidak
mengetahuinya.
Ø
Selain kedua tujuan utama
ada tujuantujuan lainnya, yaitu istirhâm, izhhâr aldla’fi, izhhâr
al-tahassur, al-fakhr dan dorongan bekerja keras.
Ø
Kalâm khabari ada
tiga jenis, yaitu ibtidâi, thalabi, dan inkâri.
Ø
Kalâm insyâi adalah kalâm
yang setelah ucapan itu dituturkan tidak bisa dinilai benar atau dusta. Kalâm
insyâi merupakan kebalikan dari kalâm khabari.
Ø
Kalâm yang termasuk
kategori insyâi adalah kalâm amr, nahyu, istifhâm, nidâ,
dan tamannî.
V.
Penutup
Demiokianlah yang
dapat kami paparkan mengenai kalam khobar dan insya’, atas berbagai kekurangan
dalam makalah ini kami mohon kiranya sidang pembaca dapat memberikan kritik dan
yang membangun.
Daftar Pustaka
M.
Sholehuddin Shofwan, Penganta Memahami Nadzom Jauharul Maknun, Jombang :
Darul-Hikmah, 2007